Lanjut ke konten

BERBURU VAKSIN COVID-19 UNTUK LANSIA

7 Agustus 2022

Pendaftaran Secara Daring

Saya pertama kali mendapatkan informasi tentang mekanisme pendaftaran vaksinasi masyarakat lanjut usia (60 tahun ke atas) pada 21 Februari 2021. Keponakan mengirimkannya melalui pesan WhatsApp. Ada beberapa tautan yang disebutkan di lembar informasi tersebut. Sepertinya terorganisir karena setiap ibukota propinsi memiliki tautan tersendiri. Berhubung tanggal 21 Februari adalah hari Minggu, dimana saya asumsikan tidak ada petugas yang akan langsung mengolah formulir dan data yang masuk, maka saya mengisi dan mengirimkan formulir keesokan harinya, Senin, 22 Februari 2021.

Jadi inilah data-data yang perlu dimasukkan di formulir daring tersebut: kotak pertama yang harus diisi adalah kabupaten atau kota tempat domisili. Baiklah, pilih Jakarta Pusat. Lalu lanjut ke pilihan Faskes untuk tempat vaksinasi dan di bawahnya pilihan tempat Faskes. Saya cek pilihan tempat Faskes terlebih dahulu. Ternyata klinik di sebuah rumah sakit swasta dekat rumah, artinya masih wilayah kota Jakarta Pusat, termasuk salah satu pilihan. Sehingga saya pilih jenis Faskes: Klinik, dan tempatnya di RS swastas tersebut. Data yang harus diisi selanjutnya adalah informasi diri. Yang saya ingat, data yang diminta adalah NIK, nama, dan nomor HP. Ketika memilih Faskes, saya punya dugaan kuat bahwa jadwal vaksin pasti lebih cepat jika memilih Faskes pemerintah, seperti Puskesmas kecamatan. Namun saya tetap memilih Faskes di RS swasta tersebut karena baik saya maupun ibu saya sudah terbiasa ke sana dan mengenalnya. Ibu saya memiliki kondisi serta kebutuhan khusus yang menyebabkan adanya keluhan khusus, jadi saya harus yakin bahwa Faskes benar-benar nyaman dan aman untuk ibu saya.

Okeh, formulir disubmit. Jreng!

…dan tidak ada notifikasi via pesan singkat atau pesan WhatsApp.

Berburu Informasi dan Registrasi Langsung

Di hari yang sama, ketika senja mulai mewarnai langit, bermunculan lah informasi bahwa datang saja langsung ke RSUD dan langsung antri untuk vaksin. Keesokan harinya dan selanjutnya, percakapan seputar vaksin semakin intensif menguasai WhatsApp group saya dan kakak-kakak saya.

Pada Selasa, 23 Feb pagi gue mencari info ke teman, sebut saja namanya Merlin, yang tinggal di Pondok Kelapa. Ketua RTnya menyarankan orang tuanya untuk mendatangi Puskesmas kelurahan. Pagi itu juga, kedua orangtuanya pergi ke Puskesmas kelurahan. Namun rupanya staf di sana menyarankan untuk ke Puskesmas kecamatan Duren Sawit. Sementara kami ketak-ketik dan saling kirim pesan wa, tau-tau Merlin mengatakan, “Lah ini ternyata nyokap akan divaksin pukul 13:00 di Puskesmas Duren Sawit!” Dengan didukung sumber tenaga semangkok mie ayam, sang bunda akhirnya divaksin.

Iri? Iya, boss! Ada perasaan, ‘Eh kok orang tua si Anu udah divaksin, orang tua gw belom?’ Sehingga siang itu gue menelpon Faskes di RS swasta yang saya pilih via registrasi daring. Deringan kedua, langsung dijawab. Dengan ramah petugasnya menjelaskan bahwa belum ada informasi dari Dinas atau Kementerian kapan vaksin akan dikirim ke Faskes tsb. Lalu dia menyarankan saya untuk mendatangi RSUD terdekat, langsung daftar, dan menurut kabar yang dia dengar, bisa langsung divaksin hari itu juga. Selanjutnya saya menelpon Puskesmas kecamatan. Sampai lusinan dering, telepon saya tidak dijawab. Mau ke TKP, kok sudah mendung. Besok saja lah.

Rabu, 24 Februari 2021, sekitar pukul 8 gue sudah tiba di Puskesmas kecamatan. Saya bertanya kepada petugas tentang pelaksanaan vaksin.

“Belum ada, bu.”

“Kapan?”

“Nggak tau, bu.”

Okeh. Akhirnya telpon RSUD Cempaka Putih (yang paling dekat, nih). Tidak ada yang jawab. Telpon ke RSUD Kemayoran. “Ya, bisa bu vaksin di sini. Tapi hari ini sudah penuh, bu. Besok aja. Tapi harus datang ke sini untuk daftar.” Kalau besok langsung datang? “Ya gapapa. Datang pagi, bu. Cuma sampai jam 12.” Telpon ke RSUD Johar Baru, tidak ada yang jawab. Okeh, sip. Besok cus ke RSUD Kemayoran.

Kamis, 25 Februari 2021. Ibu, kakak ipar, dan saya ke RSUD Kemayoran. Ini pertama kali ke sana. Cuma cek dari google map tentang daerah tersebut dan kesannya akses jalan ke lokasi cukup gampang. Ternyata….RS itu di pojokan dan sekitarnya adalah perumahan padat dan pasar rakyat. Kebayang ramainya? Mau lanjut membayangkan? Jalannya relatif sempit dan terkesan semakin sempit karena ada keramaian pasar. Kendaraan tidak boleh masuk ke area RS. Apalagi di parkiran RS yang minimalis sudah bertengger sebuah ambulans dan tenda-tenda untuk pasien menunggu. Penumpang yang menggunakan mobil harus turun di pinggir jalan. Dari situ berjalan kaki sekitar 50 meter ke area RS. Dekat? Ya tergantung. Karena ketika saya menuntun ibu, tau-tau ada truk kecil melintas di jalan depan RS tsb. Saya dan ibu saya sedikit bertransformasi dari 3D menjadi 2D agar tidak tercolek truk mungil tersebut. Perjalanan 50 meter ini trasa sangat menyedihkan. Untung engkau tak duduk di sampingku, kawan. Ya, giling aja! Bikin penuh jalan! Untung ibu saya tidak menggunakan kursi roda. Kalau ya? Ngebayangin menurunkan beliau dan kursi rodanya di pinggir jalan (ya asal pengendara di belakang paham dan sabar aja), mendorong kursi roda di aspal yang grenjel-grenjel dengan ibu duduk di kursi roda seperti pengantin sunat Sunda di atas sisingaan: njot-njotan, dan tau-tau ketemu truk?

Sampai di teras RS, saya sampaikan bahwa ingin vaksin lansia.

“Wah, udah nggak bisa bu, harus daftar dulu.”

Jeng, jeng!

“Tapi kemarin disampaikan bisa langsung datang aja…”

“Ya, bu. Tapi hari ini pun sudah penuh. Sekarang daftar aja nanti kami hubungi ibu.”

Ealah… Ya sudahlah, kasih data dan nomor telepon.

Petugas itu lalu bertanya, “Cuma si oma aja? Ibu nggak sekalian?”

Eh, emang boleh? Seraya kibas-kibas rambut cepak berwarna rusty titanium.

“Sudah 60 lebih kan?”

Jeng, jeng!

Sampai di mobil, saya bilang ke ipar untuk cek ke RSUD Cempaka Putih. Nah, lokasi RSUD ini lebih asik lah karena bukan di perumahan padat. Jalannya juga lebih lebar dan beneran sepi. Saya dan seorang bapak dengan mobil plat Angkatan Laut, bersamaan masuk ke area RS yang sepi sekali. Seorang Satpam menghadang kami di pagar. Ada kegiatan vaksin untuk lansia, namun petugas tersebut menegaskan harus mendaftar secara daring. Jika sudah ada info jadwal, baru boleh datang.

“Kenapa kami datang ke sini karena tidak ada informasi,” kata si bapak marinir.

“Ya, tunggu saja, pak,” sambut pak Satpam.

Baiklah. Lupakan RSUD Cempaka Putih.

Sampai di mobil, kembali saya mengusulkan untuk cek ke Puskesmas kecamatan dan sejurus kemudian meluncurlah kami ke TKP. Ajaib! Serta merta hari ini Puskesmas kecamatan sudah buka pendaftaran untuk vaksin lansia. Padahal kemarin mereka masih ngomong: nggak tau kapan. Okeh, daftar lah.

Habis itu kemana lagi? Sudah, pulang! Sudah cukup wara-wiri untuk daftar langsung. Nama ibu sudah terdaftar di tiga Faskes. Satu daring, dua luring.

Sambil menunggu notifikasi jadwal vaksin, berbagai info vaksin lansia seliweran melalui WhatsApp. Ada vaksin di Canisius College, yang begitu gw terima flyernya langsung coba daftar dan langsung ditolak karena pendaftaran ditutup sementara karena sudah memenuhi kuota. Dih…mending ditolak, di-PHP-in, atau di-ghosting? Ada juga info drive-thru vaksin dengan register di aplikasi Halodoc, yang ternyata juga langsung diserbu oleh pemburu vaksin.

Selasa, 2 Maret 2021. Nyokap ulang tahun ke-87! Sejak bangun pagi, gw ikutan heboh. Membantu nyokap menerima panggilan suara maupun video dari keluarga. Sampai gw nggak terlalu sempat untuk cek HP sendiri. Hingga pukul 09:34, di WhatsApp group anak-anak nyokap, kakak ipar menulis, “mamanya teman daftar Jumat kemarin di daerah Jatipadang, dapat jadwal tanggal 7 April”.

Gw jawab pukul 10:00,”Wah, bagus udah dapat jadwal. Ini daftar ke 3 Faskes, blum ada yang kirim info.”

Lalu ada beberapa percakapan lainnya. Sambil chit-chat dengan para kakak dan abang, gw cek pesan masuk via WhatsApp. Ada satu pesan yang belum gw baca, dari nomor telepon yang tidak terdaftar, yang mengirim pesan pada Senin, 1 Maret pukul 22:52. Ternyata dari Puskesmas kecamatan yang menyatakan bahwa ibu ditunggu untuk vaksin pada Selasa, 2 Maret, pukul 08:30-10:00 di SMPN 8 Jakarta. JENG, JENG!!

Ketika gw masih ngomel-ngomel soal belum ada jadwal, ternyata hari itu juga harusnya nyokap vaksin. Jeng, jeng! Dan gw baru baca pesan itu pada pukul 10:15 ketika nyokap sudah mulai istirahat rebahan! Gw langsung balas pesan tersebut, yang dijawab akan diberitahu jika ada jadwal lagi. Setelah itu baru kasih tau para kakak dan abang melalui group. Tanggapan mereka hanya datar, “Walah”. Tapi yakin deh, dalam hati pasti, “Hiiihhhh!!” sambil asah-asah pisau. Padahal kalau jadi divaksin, keterkaitannya bagus banget. Pada tanggal 2 Maret 2020 pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Setahun kemudian, ibu menerima vaksin tepat pada ulang tahun ke-87. Tapi dasar anak bontotnya malas cek WA, sehingga linimasa tidak secantik yang membuat tulisan ini.

Akhirnya : Dapat Jadwal!

Rabu, 3 Maret 2021 pukul 18:40, masuk pesan WhatsApp dari RSUD Kemayoran. Ibu mendapat jadwal vaksin pada Jumat, 5 Maret, ditunggu antara jam 08:00-09:00. Nah, gini dong kalau kirim pesan. Nggak mendadak, nggak malam hari. Jadi gw masih bisa persiapan.

Jumat, 5 Maret 2021. Jam 05:45 gw beli bubur ayam via GoFood. Ini sesuai keinginan nyokap, mau sarapan bubur ayam. Setelah sarapan mulai lah rutinitas jika hendak keluar rumah. Nyokap pakai masker N-95 lalu ditimpa masker medis. Pakai sepatu yang nyaman dan alasnya tidak licin. Memastikan tidak lupa bawa masker cadangan, KTP, air dalam tumbler, cemilan, tisu basah, hand sanitizer. Sampai di RSUD Kemayoran sesuai jadwal dan lapor ke petugas di teras lobi. Setelah dapat nomor antrian, masuk ke lobi untuk antri dipanggil petugas. Di ruang tunggu itu, gw mempelajari loket mana yang akan memanggil peserta vaksin, karena di lobi itu juga ada beberapa pasien yang tujuannya berobat, bukan vaksin. Gue juga SKSD dengan peserta vaksin lainnya. Salah seorang ibu menyarankan gw mengisi form data pasien. Saran yang bagus. Sehingga Ketika ibu dipanggil petugas, saya tinggal menyerahkan form dan KTP. Setelah petugas menginput data, kami kembali disuruh menunggu sampai ada petugas memanggil peserta vaksin. Sambil menunggu, gw memastikan bahwa ibu cukup nyaman dan rileks. Saya menawarkan minum, tapi dia menolak. Lalu saya pegang pundaknya. Kenceng banget! Kayak abis mikul karung isi beras. Jadi gw pijat pelan-pelan punggungnya pakai minyak kayu putih agar beliau rileks. Lagi asik-asik praktek sebagai tukang pijat plus-plus, petugas memanggil peserta vaksin yang menunggu di lobi untuk naik ke Lantai 2. Peserta lain yang lebih muda dari ibu, bersegera naik melalui tangga. Gue sempat bingung nyari lift (keenakan mijit, jadi nggak survey lokasi lift). “Udah lah, kita naik tangga aja,” kata ibuku. “Bener?” “Pelan-pelan aja.” Rupanya ibuku membaca flyer yang menyebutkan ada test bahwa lansia harus mampu naik/turun 10 anak tangga atau seperti itu lah. Dengan kekuatan bubur ayam, ibu pelan-pelan menaiki anak-anak tangga tersebut. Saya membantu memegang tangannya dan lengan gw yang satunya waspada berjaga di belakang punggungnya. Tanpa ngos-ngosan, nyokap berhasil sampai di lantai 2! Luar biasa!

Akhirnya : Divaksin!

Setelah itu nunggu lagi untuk screening kesehatan. Kalau baca pesan-pesan yang seliweran dan membandingkannya dengan praktek di RSUD Kemayoran, maka rumah sakit ini bisa dibilang kurang ketat. Nyokap hanya dicek tensi darah. Selebihnya saya menyampaikan informasi secara verbal saja, yaitu apa penyakit ibu, minum obat apa saja. Berdasarkan hasil pengukuran tensi darah, ibu layak divaksin. Setelah itu menunggu lagi untuk dipanggil ke ruang vaksin. Ada dua petugas kesehatan di ruang vaksin. Sehingga, sekaligus dua orang dipanggil untuk masuk ruangan tersebut. Saya minta izin untuk mendokumentasikan. “Silakan! Foto, video, silakan!” Gw lihat, ibu agak grogi ketika alcohol swap disekakan di lengannya. Hingga akhirnya vaksinasi berjalan lancar!

Setelah disuntik lewat jus, jus, juuuussss… kami diarahkan ke sebuah lorong dan diminta menunggu selama 30 menit. Ada seorang petugas yang kadang muncul kadang menghilang ke belakang pintu sebuah ruangan. Dia tidak memberikan informasi dan bisa dibilang tidak mengawasi. Jadi saya yang bawel bertanya ke ibu: merasa apa. Jika merasa pusing, mual, gatal di kulit, dll, agar sampaikan ke saya. Katanya setelah divaksin, orang mungkin merasa ngantuk. Saya tanya dong, apakah ibu merasa ngantuk? “Ya, ngantuk… Nyesel deh nggak bawa rajutan.” Ealah…ngantuknya karena nggak ada kerjaan toh. Setelah 30 menit, petugas memanggil peserta vaksin dan membagikan kartu sambil menjelaskan tanggal vaksin batch kedua. Abis itu, foto-foto lah di depan poster!

Catatan Penutup

1] Ada beberapa teman yang berburu vaksin juga untuk orang tuanya. Begitu mendapat informasi vaksin lansia, langsung gaskeun, gercep, untuk register. Namun persaingan mendapatkan vaksin ini lebih ketat daripada kompetisi Indonesian Idol.

2] Perlu diperhatikan juga kesiapan lansia yang akan divaksin. Orang tua memang bersedia divaksin dan kondisinya juga memenuhi kriteria layak vaksin. Lansia diberi penjelasan kelayakan serta tahap-tahap vaksinasi, dan kemungkinan efek yang muncul. Sebelum vaksin, lansia harus sudah sarapan/makan. Namun jangan kekenyangan, nanti gampang ngantuk. Ada teman memberi saran: jangan mengkonsumsi terlalu tinggi gula, nanti pas dicek darah bisa mempengaruhi hasilnya dan kalau tinggi gula nggak boleh vaksin. Harus perhatikan juga apakah lokasi aman, nyaman, serta mendukung kebutuhan khusus lansia tsb. Jika vaksinasi dilakukan di RS, biasanya tersedia kursi roda yang dapat dipinjam. Namun belum tentu tersedia kursi roda di Puskesmas, apalagi di lokasi yang bukan fasilitas kesehatan. Jika diselenggarakan di ruang terbuka bertenda, mungkin harus menyiapkan jaket atau pashmina untuk antisipasi angin.

3] Menunggu bukanlah hal yang menyanangkan, bukan? Apalagi untuk lansia yang punya masalah persendian dan tulang, serta jadwal yang rutin. Menunggu divaksin, bukan lah jadwal yang rutin. Jadi untuk yang mendampingi, harus sabar dan kreatif. Ajak bicara orang tuanya,buka pijat plus-plus dadakan, atau bareng-bareng nonton film/klip. Jangan sibuk sendiri dengan gadget. Nikmatilah waktu bersama orangtua. Dulu mereka yang mengantar kita divaksin dan menghibur kita (terutama bagi mereka yang takut dengan tenaga kesehatan dan alat suntik), kini giliran kita yang antar mereka divaksin, menemani, dan menghibur mereka. Semoga semua lansia di Indonesia dapat segera divaksin secara mudah.

4] Saya mengirim pesan WhatsApp ke nomor yang mengatasnamakan Puskesmas kecamatan. “Bisa jadwal ulang? Saya baru cek WA.” “Akan kami infokan Kembali utk jadwalnya bila mau direschedule”. Dan hingga hari ini saya tidak mendapatkan info apa pun.

5] Hingga hari ini nyokap tidak tau kalau dia dapat jadwal dari Puskesmas kecamatan di tanggal 2 Maret 2021. Mari kita jaga rahasia ini!

Tulisan ini diposting di media sosial lain pada tanggal 12 Maret 2021. Semoga Indonesia dan seluruh dunia segera pulih dari pandemi Covid-19.

No comments yet

Tinggalkan komentar